Hidup adalah pilihan. Kadang Anda hanya perlu memikirkan diri sendiri demi ketidakadilan hidup yang diturunkan Adam dan Hawa ini. Kadang ketika Anda mencari kebahagiaan dan mengharapkan abadinya rasa senang, Tuhan menurunkan batu-batu besar dari langit dan menimpa Anda secara berkeping-keping.
Pilihannya mudah. Anda memilih mati dan berhenti. Atau bangun dengan darah mengucur deras, dan kembali berjuang mencari cahaya terang dengan keras. Ah, persetan! Pada akhirnya tak pernah ada orang yang siap mati cepat bukan?
Bencana dan masalah menerjang secara tiba-tiba ke kumpulan yang harmonis. Ya, memang tak seharmonis yang dibayangkan. Tapi, kumpulan ini sudah biasa bersama dan menyelesaikan pelbagai masalah dengan baik.
Bekerja dalam waktu yang lama secara bersama, serta membangun media sepak bola istimewa, badai itu akhirnya datang. Badai yang mengempaskan rumah kami hingga tak bersisa sedikit pun.
Badai ini datang tak terduga dan membuat semua penggawa terkejut. Banyak yang menahan tangis dan tak berhasil. Beberapa mencoba tegar dan membuat lelucon, meski dalam hati terdalam rasa sakitnya tak terkira. Rumah kami hilang tak bersisa. Rumah yang dibangun dengan susah payah, luluhlantak tanpa alasan yang jelas.
Memang, aku sudah satu tahun memilih berpetualang keluar dari rumah tersebut. Melanjutkan sesuatu yang belum selesai, itu alasan harfiahnya. Tetapi, cinta tak bisa bohong. Ketika mendengar kabar menyesakkan itu, badan dan hati membeku secara bersamaan.
Cukup lama tak “pulang”, kaki berjalan lunglai menghampiri sisa-sisa remah rumah ini. Melihat saudara-saudara sedang membereskan sisa-sisa barang dan bersiap mencari jati diri baru, tamparan luar biasa bagiku. Hancur. Memang ada tawa dan canda dalam upaya menghibur satu sama lain, tapi jika anda berbintang Pisces (sepertiku), maka cukup dengan melihat air muka dan mata mereka, maka kalian akan tahu apa yang sesungguhnya dirasakan. Sakit!
“At a football club, there’s a holy trinity: The Players, The Manager and The Supporters. Directors don’t come into it. They are only there to sign the cheques,” Bill Shankly.
Kumpulan yang bernama SOCCER ini laiknya klub sepak bola yang dijelaskan Shankly. Memiliki Pemain (penulis, desainer, editor, reporter), manajer (Pemred), dan Supporters (SoccerMania). Sayang, ketidakadilan datang dari orang yang bahkan tak kita ketahui di atas gedung pencakar langit itu. I don’t even care about them, For Fucking Sake.
Kembali lagi, bukan Tuhan jika tidak memberikan cobaan bagi umatnya. Apakah kami menyerah dan berdiam diri, pasrah menunggu tak bernapas? Impossible!
Tak ada kata lelah untuk kembali memulai mimpi-mimpi. Mungkin jalan kami berbeda dan akan terpisah, tetapi hati dan jiwa kami para penggawa telah menjadi satu kesatuan yang tak mudah ditendang begitu saja.
Terima kasih untuk semua pelajaran, pengalaman, cinta, air mata, hingga gelak tawa. Rumah kita boleh hilang, tapi tak ada satu pun nama yang tercoret dari isi rumah tersebut.
Terima kasih untuk SoccerMania (Pembaca setia Soccer dan DuniaSoccer), atas dukungan dan cintanya. Itu yang membuat semangat kami untuk memberikan yang terbaik terus terbakar.
Selamat Tinggal, Rumahku!